Jika memang apa yang dikatakan Dinesh Kulkam di link ini
benar (di mana BAJAJ akan bersinergi dengan Kawasaki demi memantapkan penjualan
produk-produk mereka), semetinya ada masa tenggang untuk memaintain konsumen
lama. Semestinya ada masa transisi untuk mengalihkan perhatian para BAJAJ owner
dari dealer BAJAJ ke dealer Kawasaki. Ya… tidak main tutup dealer saja tanpa
ada pemberitahuan dan penjelasan.
Dealer BAJAJ kesekian yang ditutup oleh pemiliknya (sumber : http://www.facebook.com/photo.php?fbid=640643175961242&set=o.202549213107160&type=1&theater)
Alhasil kegalauan akut melanda sabagian besar BAJAJ owner. Tak
segan-segan diantara mereka ada yang buru-buru melego tunggangannya dengan
harga yang fantastis (rendahnya) setelah mendengar akan lenyapnya BAJAJ dari
Indonesia. Hal ini tentu saja sangat merugikan konsumen BAJAJ secara materi. Belum
lagi kerugian psikis yang harus ditanggung. Disadari atau tidak apa yang
terjadi seakan-akan menggambarkan betapa bodohnya para BAJAJ owner yang mau
dikadalin oleh BAI. Ibarat korban mocin djilid 2. Agak mengada-ada memang tapi
it’s true… setidaknya itulah yang tersurat di ranah blogosphere akhir-akhir
ini.
BAJAJ. Oportunis, egois, pragmatis, careless dan sombong nampak jelas dalam kasus ini.
Hal lain yang bisa kita tarik disini adalah, betapa buruknya
culture BAJAJ (BAI). Dari yang oportunis (pinter/suka mengambil kesempatan
dalam kesempitan), egois (mementingkan diri sendiri), careless (gak pedulian) pragmatis
(mikirnya terlalu simple, gak mo mikir dua kali) sampai yang arogan (sombong). Silahkan
dijabarkan sendiri-sendiri.
Lalu apa arti culture ? culture bisa berarti budaya, kebiasaan ataupun jalan hidup. CMIIW