Monday 15 April 2013

Buruknya Culture BAJAJ (BAI)

Jika memang apa yang dikatakan Dinesh Kulkam di link ini benar (di mana BAJAJ akan bersinergi dengan Kawasaki demi memantapkan penjualan produk-produk mereka), semetinya ada masa tenggang untuk memaintain konsumen lama. Semestinya ada masa transisi untuk mengalihkan perhatian para BAJAJ owner dari dealer BAJAJ ke dealer Kawasaki. Ya… tidak main tutup dealer saja tanpa ada pemberitahuan dan penjelasan.
Dealer BAJAJ kesekian yang ditutup oleh pemiliknya (sumber : http://www.facebook.com/photo.php?fbid=640643175961242&set=o.202549213107160&type=1&theater)

Alhasil kegalauan akut melanda sabagian besar BAJAJ owner. Tak segan-segan diantara mereka ada yang buru-buru melego tunggangannya dengan harga yang fantastis (rendahnya) setelah mendengar akan lenyapnya BAJAJ dari Indonesia. Hal ini tentu saja sangat merugikan konsumen BAJAJ secara materi. Belum lagi kerugian psikis yang harus ditanggung. Disadari atau tidak apa yang terjadi seakan-akan menggambarkan betapa bodohnya para BAJAJ owner yang mau dikadalin oleh BAI. Ibarat korban mocin djilid 2. Agak mengada-ada memang tapi it’s true… setidaknya itulah yang tersurat di ranah blogosphere akhir-akhir ini. 
BAJAJ. Oportunis, egois, pragmatis, careless dan sombong nampak jelas dalam kasus ini.

Hal lain yang bisa kita tarik disini adalah, betapa buruknya culture BAJAJ (BAI). Dari yang oportunis (pinter/suka mengambil kesempatan dalam kesempitan), egois (mementingkan diri sendiri), careless (gak pedulian) pragmatis (mikirnya terlalu simple, gak mo mikir dua kali) sampai yang arogan (sombong). Silahkan dijabarkan sendiri-sendiri.

Lalu apa arti culture ? culture bisa berarti budaya, kebiasaan ataupun jalan hidup. CMIIW